Aku Juga Bisa

oleh Lynne Stillings

Saya bertemu dengan Rumah Impian ketika mendapat beasiswa Fulbright untuk melakukan riset tentang ekspresi musik dan identitas anak-anak di Jawa. Saya menemukan beberapa siswa di sekolah yang menjadi tempat riset saya adalah mantan anak jalanan. Saya kemudian mendapat informasi mengenai Rumah Impian dan misinya untuk mengembalikan anak-anak jalanan ke sekolah. Setelah berkesempatan bergabung sebagai relawan divisi Street contacting dan bertemu dengan anak-anak yang diasuh di Hope Shelter, saya menemukan bahwa anak-anak ini tidak berbeda dengan kebanyakan anak-anak yang lain. Mereka hanya terjebak dalam kehidupan yang tidak beruntung yang membuat mereka tidak dapat bersekolah maupun hidup dengan layak. Akan tetapi hidup dalam kemiskinan tidak mengubah intelektualitas maupun potensi kreatif anak-anak ini.

Judul ini “Aku Juga Bisa” menurut saya mengecilkan arti kata “bisa” bagi anak-anak. Menurut saya, anak-anak bukan hanya memiliki kemampuan yang sama, tetapi juga setiap anak adalah unik dan memiliki talenta-talenta kreatif yang khas. Beberapa anak yang diasuh di Hope Shelter merupakan anak-anak yang paling berbakat secara musik dan seni yang saya temui selama penelitian saya. Seorang anak laki-laki dapat menggambar dengan presisi yang luar biasa dan sedang belajar pada seorang seniman untuk menggambar komik; anak yang lain dapat memainkan kord-kord gitar dengan begitu mulus dan dewasa; dua anak ini tidak ada bedanya dengan anak-anak lain dalam kelompok yang saya teliti, maupun dengan teman-teman mereka yang masih di jalanan. Semua anak dikarunia talenta yang berbeda dan beraneka ragam; tergantung bagaimana orang tua, pengasuh, guru, pemerintah, anggota masyarakat memberi ruang yang cukup kepada mereka untuk mengembangkan talenta mereka, sesuatu yang juga merupakan hak asasi mereka.

John Blacking dalam How Musical is Man? (1973) mendefinisikan Manusia sebagai “pencipta musik” (Man the Music Maker), yaitu bahwa semua manusia mempunyai kemampuan biologis dan psikologis untuk mendengar, memahami, mereproduksi, dan menciptakan musik. Dari sinilah kita dapat memahami bahwa semua orang, dan semua anak, memiliki kemampuan bermusik yang dapat dikembangkan menjadi talenta-talenta kultural. “Orang memilih untuk menciptakan dan melahirkan musik… karena kegiatan menciptakan musik memberikan rasa dan pengalaman yang jauh lebih berkualitas daripada aktivitas sosial lain.” Pengalaman yang berkualitas dan kehidupan yang berkualitas inilah yang merupakan hak setiap anak. Mereka dapat mencapai kualitas ini jika mendapatkan dukungan yang memadai untuk menciptakan musik dan seni, serta ruang untuk mereka dapat menampilkan dan berpartisipasi dalam olahraga dan kegiatan kreatif lainnya.

Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB mengenai hak-hak anak pada tahun 1990. Konvensi ini berbunyi demikian:

– Anak mempunyai hak atas kebebasan menyatakan pendapat. Hak ini akan menyangkut kebebasan untuk mengusahakan, menerima dan memberi segala macam informasi dan gagasan, terlepas dari pembatasan wilayah, baik secara lisan, tertulis ataupun dalam cetakan, dalam bentuk karya seni, atau melalui media lain yang dipilih anak yang bersangkutan.

– Pendidikan anak diarahkan kepada pengembangan kepribadian, bakat, dan kemampuan mental dan fisik anak hingga mencapai potensi mereka sepenuhnya.

– Negara-negara peserta mengakui hak anak untuk beristirahat dan bersenang-senang, untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan bermain dan rekreasi yang layak untuk usia anak yang bersangkutan dan untuk turut secara bebas dalam kehidupan budaya dan seni.

– Negara-negara peserta akan menghormati dan mempromosikan hak anak untuk sepenuhnya berpartisipasi dalam kehidupan budaya dan seni dan akan mendorong pengadaan peluang-peluang yang layak dan sama untuk kegiatan kebudayaan, seni, rekreasi, dan bersenang-senang.

Semua anak memiliki hal untuk mengekspresikan diri dan berpartisipasi secara kreatif. Akan tetapi lebih dari itu, semua anak memiliki kreatifitas dan talenta unik. Anak jalanan sering disalahpahami sebagai anak-anak yang lemah atau tidak mampu kreatif, tidak memiliki bakat intelektual karena kurangnya dukungan yang diperoleh untuk mengembangkan talenta-talenta itu. Meskipun demikian, seperti yang diungkapkan Blacking, adalah sifat alami anak untuk kreatif (musical), untuk memiliki kapasitas intelektual dalam melakukan hal yang sama dengan semua anak yang lain.

Musik dan seni juga seringkali dipahami sebagai sarana yang efektif bagi promosi atau sebagai kritik terhadap eksploitasi anak-anak. Seniman-seniman dari seluruh dunia memakai tema anak-anak dan kemiskinan untuk membangkitkan kesadaran atau untuk mendorong perubahan politik maupun sosial. Akan tetapi satu hal yang juga penting adalah musik dan seni dapat digunakan sebagai bentuk pemberdayaan ketika anak-anak memakai metode-metode kreatif dalam musik dan seni untuk mengekspresikan diri mereka. Anak-anak menjadi sadar tentang siapa dirinya dan dapat meningkatkan kemampuan anak-anak itu untuk memikirkan mengenai alternatif lain bagi hidup mereka. Berpartisipasi dalam musik dan seni juga adalah ‘pelarian” yang produktif bagi anak-anak. Dalam semua tahap kehidupannya, anak dan anak muda dapat terpapar pada kekerasan dan penindasan. Dengan menawarkan aktifitas hiburan alternatif, anak-anak dapat menghindari situasi-situasi tersebut. Mereka bahkan dapat mengasosiasikan diri dengan kelompok yang berbeda dan menghabiskan waktu mereka dengan produktif, menghasilkan kreasi-kreasi seni atau bahkan lagu-lagu.

Dengan menyediakan kesempatan kepada anak-anak jalanan untuk bermusik atau berpartisipasi dalam seni, anak-anak dapat menyadari bahwa “Aku juga bisa”. Anak-anak dapat menyadari potensi mereka dan mempertebal rasa percaya diri mereka. Ini dapat kemudian dilanjutkan dengan pengembangan kreatifitas dan intelektualitas yang lebih jauh menunjukkan bakat-bakat sejati mereka kepada orang lain, pendidik, dan para calon pendukung mereka.

Rumah Impian melihat potensi-potensi yang ada dalam anak jalanan dengan pendekatan Street Contact, yang mendatangi langsung anak-anak di jalanan, mengenal mereka, bermain musik dan menggambar atau mewarnai dengan mereka. Hope Shelter menyediakan ruang dan dukungan bagi anak-anak untuk mengembangkan kemampuan dan bakat-bakat mereka. Anak-anak ini telah membuktikan, anak-anak jalanan mempunyai kapasitas yang sama untuk menampilkan bakat-bakat mereka seperti anak-anak umumnya. Bahkan anak-anak yang diasuh di Hope Shelter telah mencapai hasil yang baik secara akademis, dalam bidang olahraga, maupun dalam bidang musik dan seni. Mereka bukan anak-anak yang berbeda dari anak-anak yang lain. Mereka mempunyai potensi yang sama dengan yang dipunyai semua anak, bakat yang sama, dan hak yang sama untuk mengembangkan bakat-bakat itu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.