Sudah lebih dari satu tahun Indonesia dan dunia secara keseluruhan dilanda bencana non-alam pandemi Covid-19. Sejak Maret 2020, Indonesia secara resmi masuk ke dalam daftar negara yang terjangkit virus Covid-19 yang kemudian terklasifikasi sebagai pandemi. Sejak saat itu pemerintah mulai memberlakukan kebijakan adaptasi kebiasaan baru di masa pandemi Covid-19 mulai dari hal-hal kecil seperti kewajiban memakai masker saat keluar rumah, rajin mencuci tangan dengan sabun atau menggunakan hand sanitizer, menjaga jarak dengan orang lain minimal satu meter, dan menghindari kerumunan, hingga hal-hal yang lebih kompleks seperti pembatasan kegiatan masyarakat, pembatasan jam operasional kantor dan tempat-tempat umum, pembatasan interaksi dalam acara-acara sosial dan seremonial, hingga pelaksanaan kegiatan belajar mengajar secara daring. Hasil riset dari ISEAS – Yusof Ishak Institute yang dirilis pada 21 Agustus 2020 lalu menyatakan bahwa hampir 69 juta siswa kehilangan akses pendidikan dan pembelajaran saat pandemi Covid-19.
Sebagai kelompok usia yang rentan terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), anak masih membutuhkan bantuan dari orang dewasa untuk bisa mendapatkan perlindungan dan pemenuhan akan hak-hak nya. Beberapa hak anak yang memerlukan perhatian khusus dalam implementasinya di masa pandemi ialah hak atas pengasuhan, hak atas kesehatan, hak atas perlindungan, dan hak atas pendidikan. Pandemi Covid-19 telah menempatkan anak berada pada situasi yang cukup sulit. Anak-anak semakin berisiko tinggi terhadap eksploitasi, kekerasan, dan perlakuan salah ketika sekolah ditutup, layanan sosial terganggu, dan gerakan dibatasi. Hal ini kemudian berpotensi menyebabkan tidak terpenuhinya hak-hak anak termasuk perlindungan bagi anak itu sendiri yang dalam situasi ini memerlukan pihak lain untuk memperhatikan pemenuhan hak anak.
Merespons hal tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menerbitkan panduan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di masa pandemi Covid-19. Selama ini PATBM berperan aktif dalam upaya perlindungan dan penghapusan kekerasan terhadap anak Indonesia, terutama pada kelompok masyarakat di tingkat desa atau RT/RW. PATBM juga menjadi gerakan organik yang responsif ketika dihadapkan pada adanya bentuk ancaman atau kasus pelanggaran pemenuhan hak dan perlindungan anak, termasuk ancaman pandemi Covid-19.
Selain melalui PATBM, KemenPPPA juga telah mengoptimalisasi upaya perlindungan anak di masa Pandemi Covid-19 melalui berbagai cara, yaitu mengeluarkan 5 Protokol Khusus tentang Perlindungan Anak yang terdiri dari
- Protokol Lintas Sektor Untuk Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus Dalam Situasi Pandemi COVID-19;
- Protokol Perlindungan Terhadap Anak Penyandang Disabilitas Dalam Situasi Pandemi Covid-19;
- Protokol Penanganan Anak Korban Tindak Kekerasan Dalam Situasi Pandemi Covid-19;
- Protokol Pengasuhan Bagi Anak dan Orangtua OTG, PDP, Terkonfirmasi dan Meninggal karena Covid-19;
- Protokol Pengeluaran dan Pembebasan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi, Pembebasan Tahanan, Penangguhan Penahanan dan Bebas Murni.
Untuk mendukung optimalisasi upaya perlindungan anak di tengah pandemi Covid-19, Komite III DPD RI merekomendasikan lima hal untuk dilakukan KemenPPPA, yakni:
- Memperluas dan meningkatkan cakupan desa dan kelurahan secara masif dalam gerakan PATBM, sebagai upaya untuk mempercepat penanganan dan pemulihan pandemi Covid -19 di Indonesia secara umum dan secara khusus menjamin dan melindungi hak-hak anak dari berbagai bentuk kekerasan dan kejahatan anak.
- Mendorong pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) pada 5 provinsi dan 421 kabupaten/kota yang belum terbentuk dengan bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri RI, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan Kementerian lainnya, untuk memastikan terpenuhinya layanan terhadap perempuan dan anak yang mengalami kekerasan, diskriminasi dan permalasahan perdata maupun pidana lainnya.
- Mengupayakan pemberian insentif dalam bentuk peningkatan anggaran, pemberian bantuan dan/atau hibah kepada pemerintah daerah bagi provinsi dan kabupaten/kota yang berhasil memenuhi target pembangunan dan/atau mendapat prestasi dan penghargaan di bidang pemberdayaan perempuan dan anak, agar pelaksanaan program dan kebijakan bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dapat maksimal serta mendorong provinsi dan kabupaten/kota lainnya mencapai prestasi yang sama.
- Menyegerakan terbitnya Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak (RPP Kebiri).
- Meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi dengan 5 Kementerian terkait termasuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dan Pemerintah Daerah dalam sinergitas program dan kebijakan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, agar implementasi program dan kebijakan tersebut di daerah berjalan terpadu dan terarah. Secara khusus koordinasi dan sinkronisasi dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI, dilakukan dalam rangka optimalisasi dan integrasi Program Desa Ramah Perempuan Dan Peduli Anak dengan program sejenis yang telah dilaksanakan sebelumnya.
- Melakukan sosialisasi secara berkesinambungan untuk memperluas keterlibatan dan peran serta masyarakat dalam berbagai program dan kebijakan di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, melalui PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat, Partisipasi Publik Untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (PUSPA), Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak), Radio Komunitas, Jurnalis Kawan Anak, Jaringan Lembaga Masyarakat Peduli Anak, dan APSAI (Asosiasi Perusahaan Sahabat Anak Indonesia).
- Melakukan sinergi, kerjasama dan pelibatan Komite III DPD RI dalam implementasi program dan kebijakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI di daerah.
Selain di bidang perlindungan anak, bidang pendidikan juga menjadi salah satu bidang yang sangat terdampak selama adanya pandemi Covid-19. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menerapkan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan metode daring mulai sejak Indonesia ditetapkan sebagai negara yang terjangkit virus Covid-19. Diberlakukannya kebijakan pembelajaran secara daring ini adalah untuk mengutamakan kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat secara umum, serta mempertimbangkan tumbuh kembang peserta didik dan kondisi psikososial dalam upaya pemenuhan layanan pendidikan selama pandemi Covid-19.
Disamping diberlakukannya kebijakan pembelajaran secara daring, United Nations Children’s Fund (UNICEF) atau Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyelenggarakan survei mengenai pengalaman belajar siswa dengan metode daring dari rumah selama pandemi Covid-19 pada tanggal 18-29 Mei 2020 dan 5-8 Juni 2020 lalu. Selama survei, UNICEF menerima lebih dari 4.000 tanggapan dari siswa di 34 provinsi Indonesia, melalui kanal U-Report yang terdiri dari SMS, WhatsApp, dan Messenger. Hasil survei menyebutkan, sebanyak 66% dari 60 juta siswa dari berbagai jenjang pendidikan di 34 provinsi mengaku tidak nyaman belajar di rumah selama pandemi Covid-19 dengan berbagai alasan mulai dari anak yang bosan dan jenuh, kualitas jaringan internet yang buruk hingga kurangnya perhatian dan bimbingan dari orang tua.
Terdampaknya bidang pendidikan akibat pandemi Covid-19 ini merupakan suatu tantangan bagi Kemendikbud, namun hal ini merupakan salah satu batu loncatan bagi Kemendikbud untuk terus melakukan terobosan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dengan berbagai inovasi, antara lain: (1) Kemendikbud untuk pertama kalinya memberikan bantuan Dana BOS Afirmasi dan BOS Kinerja untuk mengurangi dampak keterpurukan ekonomi sekolah negeri dan swasta; (2) Pemberian bantuan kuota data internet untuk mendukung pembelajaran dari rumah selama masa pandemi Covid-19; (3) Menghadirkan kurikulum dan modul pembelajaran dalam kondisi khusus untuk meringankan kesulitan pembelajaran di masa pandemi Covid-19; (4) Peluncuran Portal Rumah Belajar yang menyediakan bahan belajar serta fasilitas komunikasi yang mendukung interaksi antar komunitas yang dapat dimanfaatkan oleh siswa dan guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/SMK) sederajat; (5) Menerapkan sistem merdeka belajar dengan telah melakukan terobosan sebanyak 10 episode merdeka belajar. Program terobosan dari Kemendikbud ini tentunya perlu mendapatkan dukungan dari siswa, guru, orang tua, dan masyarakat agar dapat bersinergi menciptakan pendidikan yang layak dan berkualitas walaupun dalam masa pandemi Covid-19 yang penuh keterbatasan.
Selain dengan kebijakan-kebijakan diatas, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengungkapkan bahwa di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini peran dan keterlibatan aktif forum anak sangatlah penting, mengingat anak sebagai kelompok rentan yang juga terdampak memiliki suara yang sangat dibutuhkan untuk memperkaya perspektif para pengambil kebijakan dalam menentukan keputusan yang mementingkan kondisi dan kebutuhan anak. Beliau juga menyambut baik berbagai kegiatan yang dapat mendorong terwujudnya pemenuhan hak dan perlindungan bagi anak.
Perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak tak boleh dikesampingkan walaupun sedang dalam kondisi pandemi Covid-19 sekalipun. Pemenuhan hak-hak anak merupakan pondasi dan modal anak sebagai tunas bangsa yang memiliki potensi serta generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa untuk berpartisipasi dalam membangun Indonesia menjadi negara yang berdaulat, adil, dan makmur. Ragam masalah kesejahteraan anak membutuhkan kerjasama dan gotong royong baik dari pemerintah maupun masyarakat untuk mencegah dan menurunkan tingginya presentase dari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan.