oleh M. Arief Rizka
Fenomena anak jalanan akhir-akhir ini sudah menjadi bagian hidup yang tak terelakkan dari kota-kota besar. Kota yang terus mengalami kemajuan secara “fisik” dengan dibarengi oleh hiruk pikuk kemegahan sebuah zaman yang menonjolkan disparitas sosial yang bisa dilihat dengan mata telanjang. Disparitas sosial yang tinggi menyebabkan permasalahan kota menjadi sangat kompleks dan heterogen. Dari sekian banyak permasalahan kota-kota besar yang kompleks dan heterogen tersebut salah satu hal yang mucul adalah kaum termarginalkan. Kaum termarginalkan ini adalah orang-orang atau kelompok/masyarakat yang terasingkan dan terpinggirkan dalam kehidupan yang disebabkan oleh suatu kebijakan/system yang berlaku di suatu pemerintahan yang “doyan” dengan penindasan.
Anak jalanan merupakan salah satu kelompok anak yang termarginalkan. Anak jalanan hidup dan berkembang ditengah-tengah kemegahan dan kemajuan kota-kota besar. Kehidupan yang keras baik secara fisik maupun psikis dan penuh dengan ketidak pastian adalah “teman” sehari-hari mereka. Gambaran kehidupan mereka sangat memprihatinkan dan sangat berbanding terbalik dengan tempat mereka hidup di kota-kota besar yang katanya penuh dengan kelayakan hidup. Akan tetapi, mereka masih memiliki sebuah semangat yaitu untuk survive dan bermimpi.
Realita sekarang ini, anak-anak jalanan semakin terkucilkan di dalam panggung kehidupan bermasyarakat. Ditambah dengan stigma yang masih melekat di tubuh masyarakat menjadikan anak jalanan menjadi “sampah” kota yang harus di singkirkan, bahkan ingin dimusnahkan dengan cara-cara represif dan tidak manusiawi. Stigma yang masih melekat di masyarakat ini harus kita ubah bersama-sama melalui proses consientization (penyadaran) untuk mencapai sebuah solusi dalam penanganan permasalahan anak jalanan yang kompleks ini. Ingatlah, sejatinya anak jalanan adalah warga negara yang memiliki hak atas kehidupan yang layak.
Anak jalanan bukannya sekelompok anak yang hidup tanpa mimpi, cita-cita, maupun harapan. Namun anak jalanan hidup dan memiliki sebuah mimpi besar akan sebuah masa depan yang cemerlang. Walaupun anak jalanan hidup dalam ketidak pastian, akan tetapi mereka tetap dan selalu bermimpi untuk sebuah kepastian hidup. Mimpi merupakan rangkaian visi indah anak jalanan akan masa depan hidupnya, dan semangat hidup yang kuat menjadi “alat transportasi” mereka untuk mewujudkan mimpi tersebut. Mimpi-mimpi anak jalanan ini menjadi vitalisasi ungkapan Nothing is Impossible.
Sebenarnya mimpi- mimpi anak jalanan terangkai sederhana, sesederhana kehidupan mereka. Mimpi mereka untuk dapat bersekolah, bermain, hidup layak, dihargai sebagai manusia (warga negara), dan dapat mandiri di kemudian hari adalah gambaran kecil dari beraneka mimpi anak jalanan. Akan tetapi, mimpi anak jalanan tersebut sangat sulit mereka wujudkan ketika lingkungan atau masyarakat mengabaikan, mengacuhkan, dan tidak memperdulikan akan keberadaan mereka. Anak jalanan juga makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan butuh bimbingan, pendampingan, dan dukungan dari orang lain (masyarakat) untuk mewujudkan mimpinya dan keluar dari jerat kehidupan yang tidak layak dan penuh ketidakpastian.
Selain memiliki mimpi-mimpi yang besar, anak jalanan juga memiliki potensi besar yang “terpendam” di dalam diri mereka, yang apabila di asah, dikembangkan, dan ditingkatkan secara intensif dan benar akan berdampak pada terwujudnya sebuah mimpi. Potensi/bakat yang dimiliki mereka inilah yang dapat membuat mereka terus bermimpi, karena bermimpi bagi anak jalanan adalah sesuatu yang indah untuk masa depan yang indah pula.
Untuk mewujudkan mimpi-mimpi dari anak jalanan tersebut, peran masyarakat sangat dibutuhkan. Peran dari masyarakat merupakan sebuah keutamaan dan menjadikan adanya kepastian akan terwujudnya mimpi-mimpi anak jalanan tersebut. Peran dari masyarakat harus di tumbuhkan dan disinergikan secara berkelanjutan di segala elemen dan lapisan masyarakat. Tanpa adanya kerjasama dan daya dukung dari lingkungan masyarakat, maka mimpi anak jalanan hanya akan menjadi isapan jempol belaka.
Masyarakat harus “membangunkan” kembali kepedulian sosial (solidaritas) yang merupakan brandingself dari bangsa yang besar dan kaya akan nilai-nilai hidup ini. Masyarakat harus “merangkul” dan menjadi sahabat bagi anak jalanan dengan melakukan atau mengadakan kegiatan-kegiatan (pendampingan/pembinaan) yang positif dan fungsional untuk menumbuhkan semangat dan potensi/bakat mereka dalam mewujudkan mimpi-mimpinya. Kegiatan-kegiatan pendampingan atau pembinaan anak jalanan tersebut tidak dapat terlaksana secara optimal dan sustainable tanpa kerjasama dan kepedulian dari seluruh elemen dan lapisan masyarakat. Lingkungan masyarakat terdekat dari anak jalanan harus mendukung dan mengakomodir mimpi-mimpi dari anak jalanan tersebut dengan turun langsung ke “kehidupan” anak jalanan untuk dicarikan solusi yang efektif, efisien, dan relevan dengan kondisi anak jalanan dan lingkungannya. Sejatinya, masalah anak jalanan adalah masalah sosial (masyarakat) kita bersama yang harus kita carikan solusi secara bersama-sama pula. Kita akui ini semua membutuhkan waktu, entah cepat atau lambat. Akan tetapi mari kita kobarkan semangat bersama dari sebuah pepatah “If There’s a Will, There’s a Way” untuk mewujudkan mimpi-mimpi anak jalanan yang penuh dengan keindahan tersebut