Oleh Farid Setyobudi
Sore itu tim yang dipimpin oleh saudara Cua mulai bergerak ke suatu lokasi, yang menjadi salah satu titik pendampingan. Sesampai di tempat itu, tepatnya di perempatan Jetis, tim yang terdiri dari lima orang relawan mulai mencari target, yaitu dua anak yang bernama Yogi dan Pleto. Kedua anak ini merupakan anak yang kesehariannya berada di jalanan, walau kadang mereka pulang ke rumah, tapi waktunya banyak dihabiskan di jalanan.
Tetapi awalnya tim hanya menemukan Yogi di sebuah warung yang tak jauh dari lokasi. Setelah diajak oleh saudara Cua, Yogi diperkenalkan oleh semua anggota tim. Dalam perkenalan itu, datanglah saudara Andre, sehingga bertambahlah anggota tim ini. Sehabis berkenalan dengan Sisil, Tri, Nurlita, dan Ayik, mulailah misi , yaitu pendampingan terhadap anak jalanan.
Yogi, si anak ceria itu mulai diajak belajar oleh tim, awalnya di suruh menggambar, kemudian disuruh menceritakan gambar tersebut. Dia menggambar gunung, yang diibaratkan Gunung Merapi. Ketika saat Yogi menggambar dan bercerita, datanglah saudara Mala dan temannya. Semakin ramai sore itu, yang awalnya tim hanya berlima jadi bertambah menjadi delapan orang.
Saudara Mala membawa kabar bahwa melihat Pleto berjalan menuju kearah tim dan Yogi. Karena di lokasi yang pertama, yaitu di sebuah warung Burjo, tidak cukup untuk melakukan kegiatan, semua anggota tim dan Yogi bergerak ke halaman sekolah, SMP Negeri 6 yang menjadi tempat untuk melakukan kegiatan selanjutnya. Sesampai di halaman sekolah, tim melanjutkan pendampingan terhadap mereka, kali ini Yogi tidak sendiri, tetapi sudah ada sahabatnya yaitu Pleto si anak pendiam tapi memiliki solidaritas yang tinggi.
Yogi yang masih dengan semangat belajar, dia terus melanjutkan belajarnya dengan mengisi teka-teki silang (TTS) yang dibawa oleh saudara Mala. Lain halnya dengan Pleto, sore itu dia tidak ada kemauan untuk belajar. Karena hatinya sedang kacau, dia sedang emosi. Pleto yang memiliki rasa solidaritas yang tinggi, ingin membalas perlakuan yang dilakukan salah seorang anak kampung daerah Jetis terhadap temannya yang bernama Herman. Yang sore itu, kebetulan ada anak-anak kampung Jetis main bola di halaman sekolah itu juga. Memang tiap sore anak-anak kampung Jetis main bola di sekolah itu. Namun anak yang dicari oleh Pleto tidak datang main bola.
Hati Pleto masih dilanda emosi, dia terus mencari anak itu, sesekali dia pergi ke jalan tapi memang sore itu anak yang dicari tidak datang main bola. Pleto dengan sorot matanya penuh dengan emosi terus menatap anak-anak Jetis yang main bola. Yang lebih mengagetkan lagi, ternyata Pleto telah menyembunyikan suatu benda yang diselipkan di celananya. Ketika ditanya oleh saudara Andre, ternyata benda itu memang sengaja dibawa untuk memukul anak yang telah melakukan pemukulan terhadap temannya yang bernama Herman.
Semua anggota tim kaget dengan apa yang sedang dialami oleh Pleto, tim tidak ingin Pleto melakukan hal yang bisa menambah masalah lagi buat dirinya. Semua anggota tim fokus kepada Pleto, karena ingin meredam emosi dia. Sedangkan Yogi si anak ceria itu masih asyik dengan kegiatannya belajar sekaligus mengisi TTS dengan didampingi oleh saudara Mala.
Akhirnya untuk mengalihkan perhatian dan meredam emosi Pleto, saudara Cua mengeluarkan kartu UNO untuk bermain. Semua larut dalam permainan UNO ini, apalagi dengan teriakan “UNO!!!” semakin membuat semangat bertambah. Pleto yang raut mukanya kusut, jadi ceria dan tertawa lepas, bahkan dia juga bersikap jahil yaitu dengan alasan menata kartu yang sudah dibuat bermain tapi dia juga mengambil kartu itu agar lengkap dengan maksud dia bisa menang.
Ternyata permainan UNO tersebut mampu mengalahkan emosi dari seorang yang mempunyai rasa solidaritas terhadap teman yang tinggi. Sore itu ditutup dengan lagu Armada yang berjudul “Mau Dibawa Ke mana” yang dinyanyikan Yogi dengan kencrung kesayangannya.