Pada tanggal 25 September 2015, di Markas PBB, New York, 193 perwakilan negara anggota PBB telah menyepakati dan mengesahkan sebuah dokumen dan inisiasi gerakan global yang disebut dengan Sustainable Development Goals (SDGs). Sustainable Development Goals (SDGs) atau dalam bahasa Indonesia disebut sebagai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan merupakan agenda pengganti Millenium Development Goals (MDGs) yang secara resmi berakhir di tahun 2015.
Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan telah menjadi tren global masa kini. SDGs merupakan suatu rencana aksi global yang disepakati oleh para pemimpin dunia sebagai upaya dan juga acuan guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan, dan melindungi lingkungan. SDGs secara garis besar memuat 17 tujuan yang kemudian terbagi ke dalam 169 target yang saling terkait, memengaruhi, inklusif, terintegrasi, universal, serta berlandaskan pada adicita negara-negara untuk maju bersama tanpa meninggalkan satu negara pun di belakang (Leave No One Behind) yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2030.
Konsep pengembangan SDGs berpijak pada tiga pilar utama, yaitu: sosial, ekonomi dan lingkungan. Pilar pembangunan sosial akan berhubungan dengan pembangunan manusia yang memiliki tujuan utama yakni mengakhiri kemiskinan dan menghilangkan kelaparan. Pilar pembangunan ekonomi akan berhubungan dengan ketersediaan sarana dan prasaran dan lingkungan dengan tujuan yang berpusat pada kemampuan setiap daerah untuk memberikan seluruh masyarakat akses terhadap sarana dan prasaran vital bagi kehidupan sehari-hari. Sedangkan pilar pembangunan lingkungan akan berhubungan dengan ketersediaan sumber daya alam dan kualitas lingkungan yang baik dan memiliki sejumlah tujuan yang berpusat pada kemampuan setiap daerah dalam memanfaatkan sumber daya alam bagi kebutuhan masyarakat serta mobilisasi sosial yang adil dan berkelanjutan.
Pada tahun 2017, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) SDGs Nomor 59 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Perpres tersebut menjadi sebuah wujud komitmen politik pemerintah agar pelaksanaan dan pencapaian SDGs dilaksanakan secara partisipatif dengan melibatkan seluruh pihak.
Target-target SDGs di tingkat nasional telah sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dalam bentuk program, kegiatan, dan indikator yang terukur serta indikasi dukungan pembiayaannya. Pemerintah Indonesia juga terus berkomitmen dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan sesuai dengan aturan RPJMN yang baru pada tahun 2020-2024, dimana pembangunan berkelanjutan telah ditetapkan sebagai salah satu aspek yang bertujuan memberikan akses pembangunan yang adil dan inklusif, serta menjaga lingkungan hidup. Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan diharapkan mampu meningkatkan kualitas kehidupan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Para pemangku kepentingan yang tertarik dengan SDGs semakin meningkat. SDGs juga memerlukan kolaborasi dan kemitraan multi pihak yang melibatkan pemerintah, swasta, akademisi, media dan juga masyarakat sipil untuk turut berkontribusi aktif dalam pelaksanaan dan pencapaian SDGs melalui data, informasi, sosialisasi, usulan kebijakan dan pengawasan. Penempatan wakil dari setiap pemangku kepentingan dalam keanggotaan Tim Pelaksana dan Kelompok Kerja di dalam Tim Koordinasi Nasional SDGs, memberikan ruang kerja bagi para pemangku kepentingan untuk terlibat secara aktif. Mereka bukan hanya terlibat dalam pelaksanaan, namun juga dalam menentukan arah pelaksanaan SDGs.
Pada era kepemimpinan Presiden Joko Widodo, berbagai kebijakan difokuskan pada pembangunan manusia. Terdapat empat dimensi pembangunan manusia pada era ini yakni pendidikan, kesehatan, perumahan, dan pembangunan mental/karakter. Hal ini juga selaras bagi pemerintah dalam menggunakan pendekatan pembangunan manusia atau teori people centered development sebagai pendekatan untuk melaksanakan pencapaian SDGs di Indonesia.
Kebijakan-kebijakan pemerintah Joko Widodo lainnya dalam mendorong pelaksanaan pembangunan masyarakat yang selaras dengan SDGs di antaranya adalah mengembangkan sistem perlindungan sosial yang komprehensif, meningkatkan pelayanan dasar bagi masyarakat yang kurang mampu, dan mengembangkan penghidupan berkelanjutan bagi masyarakat miskin melalui penyaluran tenaga kerja dan pengembangan kewirausahaan. Kebijakan ini diperuntukkan untuk penanggulangan kemiskinan, peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui penghidupan berkelanjutan, dan peningkatan kesejahteraan rakyat marjinal.
Sebagai salah satu elemen penting pemenuhan hak anak, kebijakan Joko Widodo dalam bidang pendidikan juga menjadi sorotan penting dalam pengimplementasian program SDGs di Indonesia. Dalam bidang ini, kebijakan pemerintah tertumpu pada sejumlah program nasional diantaranya melaksanakan wajib belajar 12 tahun, peningkatan akses terhadap layanan pendidikan dan pelatihan keterampilan, memperkuat jaminan kualitas pelayanan pendidikan, meningkatkan akses pemerataan pendidikan tinggi, memperkuat kurikulum, dan pelaksanaannya serta meningkatkan relevansi dan daya saing pendidikan tinggi. Pelaksanaan kebijakan ini dapat dilihat dari pelaksanaan Program Indonesia Pintar.
Program Indonesia pintar ini berupa bantuan tunai pendidikan kepada seluruh anak usia sekolah yang menerima KIP (Kartu Indonesia Pintar) atau yang berasal dari keluarga miskin dan rentan. Tujuan dari adanya program ini adalah menghilangkan hambatan anak secara ekonomi dalam bersekolah, mencegah anak putus sekolah, membantu anak kurang mampu dalam memenuhi kebutuhan pembelajaran, dan mendukung penuntasan wajib belajar pendidikan dasar dan universal. KIP memberikan santunan sebesar Rp225.000 – Rp500.000 sesuai dengan tingkatan sekolah (www.tnp2k.go.id, 2015.) Dengan pemberitan KIP, saat ini angka putus sekolah di Indonesia mengalami penurunan pada tiap tingkatan dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2016, dari total 2,5 juta anak Indonesia, sebanyak 600 ribu anak usia Sekolah Dasar (SD) dan 1,9 juta anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) tidak dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat selanjutnya. Hal ini dikarenakan faktor kemiskinan yang menambah jumlah angka anak tidak bersekolah. Salah satu penyebabnya adalah distribusi KIP yang tidak merata membuat program pendidikan ini tidak terjangkau dan belum dirasakan secara maksimal.
Masih banyak tantangan dibawah pelaksanaan SDGs yang merupakan kelanjutan dari program MDGs tersebut. Menurut catatan, Indonesia masih memiliki sekitar 9,78% masyarakat dengan anak-anak yang hidup dalam garis kemiskinan (2020); balita menderita stunting masih sekitar 30,8% (2018); 543 ribu jiwa yang menderita HIV/AIDS (2020), serta hanya 64% siswa yang berhasil menyelesaikan SMA pada tahun 2020. Selain itu dampak pada lingkungan juga sangat penting bagi Indonesia, yaitu kerusakan hutan hujan primer meningkat sebesar 12% dari tahun 2019 hingga tahun 2020. Berbagai fokus pelaksanaan SDGs lainnya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat menjadi penting untuk diperhatikan sebelum program ini diharapkan telah mencapai tujuannya di tahun 2030.
Referensi:
https://madaniberkelanjutan.id/2020/07/21/pembangunan-berkelanjutan
https://www.sdg2030indonesia.org/page/5-perpres
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/18988/8.BAB%20IV.pdf?sequence=8&isAllowed=y
http://dinsos.riau.go.id/web/index.php?option=com_content&view=article&id=480:sustainable-development-goals-sdgs-dan-pembangunan-kesejahteraan-sosial-oleh-dodi-ahmad-kurtubi&catid=17&Itemid=117
https://www.rei.or.id/newrei/berita-peran-pemerintah-daerah-dalam-pencapaian-sdgs.html
https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/07/15/1744/persentase-penduduk-miskin-maret-2020-naik-menjadi-9-78-persen.html
http://tnp2k.go.id/filemanager/files/Rakornis%202018/Pedoman%20Pelaksanaan%20Intervensi%20Penurunan%20Stunting%20Terintegrasi%20Di%20Kabupaten%20Kota.pdf
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/07/02/hanya-64-siswa-yang-berhasil-selesaikan-sma-pada-2020